Pendidikan Islam di Sekolah Umum dan di Madrasah
Pendidikan Islam di Sekolah Umum dan di Madrasah
1. Pendidikan Islam di Sekolah Umum
Pendidikan agama islam di sekolah umum merupakan suatu gebrakan dalam pembaharuan dalam pendidikan. Pada masa penjajahan, agama tidak mendapat tempat di sekolah umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh keluarga, bukan di sekolah. Kolonial Belanda sangat gencar menghambat perkembangan pendidikan agama di sekolah umum. Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada Undang-Undang No. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan untuk berpartisipasi menyelenggarakan melalui jalur formal, nonformal dan informal.
Upaya pendidikan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, memberikan makna perlunya pengembangan seluruh dimensi aspek kepribadian seluruhnya secara seimbang dan selaras. Konsep manusia seutuhnya harus dipandang dari unsur jasad, akal, dan kalbu serta aspek kehidupannya sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan agama. Kesemuanya harus berada dalam kesatuan integralistik yang bulat. Pendidikan agama perlu diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani, budi pekerti serta aspek kecerdasan dan keterampilan sehingga terwujud keseimbangan. Dengan demikian, pendidikan agama secara langsung akan mampu memberikan kontribusi terhadap seluruh dimensi perkembangan manusia Indonesia.[5]
Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang objeknya adalah pribadi anak yang sedang berkembang, maka adanya hubungan timbal balik antara penanggung jawab pendidikan, yaitu yang di dalamnya terdiri dari kepala sekolah, para guru, staf ketata usahaan, orang tua dan anggota keluarga lainnya mutlak diperlukan. Hal ini bukan hanya karena peserta didik masih memerlukan perlindungan dan bimbingan sekolah dan keluarga tersebut, tetapi juga pengaruh pendidikan dan perkembangan kejiwaan yang diterima peserta didik dari kedua lingkungan tersebut tidak boleh menimbulkan pecahnya kepribadian anak.
Dengan kata lain, suatu kerjasama antara penanggung jawab pendidikan tersebut perlu di intensifkan, baik melalui usaha guru-guru di sekolah maupun orang tua murid. Pertemuan antara kedua pendidik (guru dan orang tua) perlu diadakan secara periodik, kunjungan guru ke rumah orang tua murid yang diatur secara periodik untuk saling mengadakan pertukaran pikiran dan pendapat tentang anak didiknya adalah merupakan kegiatan padagogis yang sangat penting artinya bagi usaha menyukseskan pendidikan agama. Melalui cara demikian, guru akan memperoleh petunjuk-petunjuk yang berharga yang dapat digunakan guna pendidikan anak di sekolah. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama harus memerhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik.
b. Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
c. Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
e. Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan, seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.[6]
2. Pendidikan Islam di Madrasah
Madrasah (Bahasa Arab) berarti tempat untuk belajar. Persamaan Madrasah dalam Bahasa Indonesia adalah “sekolah”, dengan konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Tempat belajar adalah tempat untuk mengajarkan dan memperlajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Sekitar abad ke-19, pemerintah Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia barat, sehingga hal itu sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan yang telah berkembang di Indonesia, termasuk pesantren yang menjadi sistem pendidikan madrasah.
Pada perkembangan selanjutnya, banyak madrasah yang didirikan terpisah dengan induknya yaitu pesantren, surau atau mesjid. Bahkan, dengan adanya ide-ide pembaruan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, tidak sedikit madrasah yang didirikan sudah lepas sama sekali dengan pesantren sehingga tidak hanya memberikan pengetahuan agama, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum sesuai dengan tuntutan zaman.
Awal abad ke-20, merupakan masa pertumuhan dan perkembangan madrasah di seluruh Indonesia, dengan nama dan tingkatan yang bervariasi dan belum ada keseragaman baik isi kurikulum serta rencana pelajaran. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1950 mulai dirintis penyeragaman bentuk, sistem dan rencana pelajaran. Dari sini, dapat dikatakan bahwa madrasah-madrasah pada awal perkembangannya masih bersifat diniyah semata, atau materi pendidikannya hanya agama.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu. Pada perkembangan berikutnya, sistem pondok mulai ditinggalkan dan berdiri madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian, pada tahap-tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah yang hanya mengajarkan pengetahuan agama.[7]
sumber:rafika