Sejarah Kerajaan Malaka
©wikipedia.org |
Meskipun letaknya bukan di wilayah Indonesia (di Malaysia), tetapi
kerajaan ini sangat penting artinya bagi perkembangan Islam di Indonesia
karena pada dasarnya masyarakat Malaysia dengan masyarakat Sumatera
mempunyai banyak persamaan sejarah dan kebudayaan, sehingga dia
dimasukkan ke dalam bagian sejarah kerajaan Islam di Indonesia.
Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai diikuti dengan perkembangan Malaka
sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat penyebaran agama Islam
yang sangat penting di Asia Tenggara.
Pada masa itu, datanglah seorang pangeran yang bernama Paramisora
(Parameswara) dari Blambangan, Jawa Timur yang melarikan diri karena
Blambangan diserang tentara Majapahit.
Setelah bertemu dengan Sidi Abdul Azis dan menyatakan diri masuk
Islam, Paramisora dipercaya menjadi pemimpin dan berhasil membangun
kerajaan Malaka.
Kehidupan Politik Kerajaan Malaka
Paramisora bergelar Sultan Iskandar Syah. Setelah beliau mangkat pada
tahun 14 14, ia digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar
Syah atau Megat Iskandar Syah (1414 – 1424). Ia mnejalin hubungan
dengan Cina dan Samudra Pasai. Hubungan dengan Samudra Pasai semakin Erat sebab Sultan Muhammad
Iskandar Syah menikah dengan putri kerajaan tersebut. Setelah
pemerintahan Muhammad Iskandar Syah berakhir, pemerintahan dilanjutkan
oleh raja Kasim yang bergelar Sultan Mudhafar Syah (1424 – 1458) Raja Kasim berhasil menguasai Pahang dan Indragiri. Kedudukan Malaka
semakin kuat dan strategis sehingga berhasil menggeser kedudukan Samudra
Pasai.
Pengganti Sultan Mudhafar Syah adalah putranya yang bernama Sultan
Mansyur Syah (1458 – 1477). Pada masa pemerintahannya Kerajaan Malaka
mencapai zaman kejayaan. Ia berhasil menguasai Semenanjung Malaka,
Sumatera Tengah, Indragiri, Rokan dan Kepulauan Riau. Pada saat itu
angkatan laut Kerajaan Malaka sangat kuat di bawah pimpinan Laksamana
Hang Tuah sehingga Malaka tampil sebagai kerajaan maritim yang sangat
tangguh saat itu.
Kerajaan Malaka mengembangkan pemerintahan yang cukup teratur dengan
sultan sebagai penguasa tertinggi atau duli (yang dipertuan). Di bawah
sultan ada patih yang disebut Paduka Raja (Sri Nara Diraja) yang
membawahi pejabat-pejabat, seperti bendahara, laksamana, tumenggung atau
bupati, dan syahbandar.Setelah pemerintahan Sultan Masyur Syah berakhir, pemerintah
digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (1477 – 1488). Setelah itu dipegang
oleh Sultan Mahmud Syah (1488 – 1511). Kerajaan Malaka pada masa
kekuasaan Sultan Mahmud Syah ternyata mengalami kemunduran dan kebesaran
Kerajaan Malaka semakin lama semakin surut.
Keadaan
itu kemudian diperburuk oleh kedatangan tentara Portugis ke Bandar
Malaka. Semula kedatangan Portugis hanya berdagang rempah, tetapi
kemudian ingin menguasai kerajaan Malaka. Pada tahun 1511, Portugis dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque
berhasil menduduki Kerajaan Malaka. Jatuhnya kekuasaan Islam di Malaka
mengakibatkan pedagang Islam menyingkir dan menyebar ke berbagai daerah.
Pedagang Islam megalihkan kegiatan perdagangannya di wilayah Jawa,
Sumatera, Kalimantan, bahkan ada yang sampai ke Filipina Selatan.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Malaka
Dalam bidang ekonomi Kerajaan Malaka, dapat dilihat pada catatan Ma
Huan sewaktu berkunjung ke Kerajaan Malaka. Ma Huan menuliskan dalam
bukunya yang berjudul The Mao Kun Map mengenai kebudayaan, agama dan kebiasaan mereka.
Ketika itu Kerajaan Malaka belum ramai dan penduduknya lebih memilih
kegiatan perdagangan daripada pertanian karena pertanian kurang subur.
Letaknya yang strategis mendorong Kerajaan Malaka cepat berkembang
sebagai bandar dan pelabuhan internasional. Banyak pedagang dari luar,
di antaranya dari Persia, India, Asia Tenggara, dan China masuk
berdagang atau sekadar singgah di Kerajaan Malaka.
Dinamika perdagangan di Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh para
pedagang dari Jawa Timur yang membawa rempah-rempah dari Maluku dan
beras dari Pulau Jawa. Di Kerajaan Malaka mereka melakukan transaksi dengan para pedagang
dari Gujarat (India) dan Persia yang membawa beraneka ragam kain sutra
dan keramik. Dengan perdagangan yang sangat majemuk tersebut, Kerajaan
Malaka menjadi tempat perdagangan yang maju dan makmur. Dalam bidang perdagangan, seorang sultan Malaka memiliki hal istimewa, yakni hak untuk membeli pertama dan hak menjual pertama.
Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Malaka
Dalam segi sosial budaya Kerajaan Malaka, kehidupan sehari-hari raja,
pejabat, maupun rakyat umum diatur dengan suatu undang-undang.
Undang-undang tersbeut dirumuskan berdasarkan adat istiadat Melayu. Isi undang-undang yang dikembangkan waktu itu antara lain pemakaian
payung untuk raja, peraturan menghadap raja, upacara pemberian gelar,
dan upacara hari raya. Sementara karya sastra yang terkenal di antaranya
adalah Sejarah Melayu dan Hikayat Amir Hamzah.
Sumber : https://sijai.com