SEJARAH KABUPATEN ROKAN HULU
SEJARAH KABUPATEN ROKAN HULU
Kabupaten Rokan Hulu, keberadaan wilayah ini tidak bisa dipisahkan dari Kerajaan Rokan di Rokan IV Koto pada Abad ke-18. Daerah ini juga ada Kerajaan Rambah dan Tambusai. Kedua nama ini kelak diabadikan menjadi nama Kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu. Pada masanya kerajaan-kerajaan ini sempat mengalami keemasan, sampai munculnya kolonialisme Belanda di Indonesia. Di zaman penjajahan Belanda, nama Rokan Hulu sedikit menggeliat. Wilayah ini mulai di kenal orang, terutama para saudagar dari berbagai kawasan Nusantara dan mancanegara. Sebagai pusat perdagangan, wilayah ini dapat tembus melalui jalur darat, dan melewati sungai terbesar di Rokan Hulu, yakni sungai Rokan. Ketika itu, Pemerintah Kolonial Belanda menempatkan Pasir Pengaraian ibu kota Kabupaten Rokan Hulu sekarang sebagai Kawedanaan.
Setelah Indonesia merdeka, wajah Rokan Hulu mulai berubah, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah tanggal 9 November 1949 Nomor : 10/GM/STE/49, kewedanaan Pasir Pengaraian di masukkan kedalam wilayah Kabupaten Kampar dengan ibu kota Pekanbaru.
Selain itu, tiga daerah lain, yaitu Pelalawan, Bangkinang, dan Pekanbaru luar kota, ikut masukkan menjadi Kawedanaan. Berdirinya Kabupaten Rokan Hulu yang di mulai dari keinginan masyarakat Kabupaten Rokan Hulu khususnya para tokoh untuk membentuk sebuah Kabupaten sudah lama muncul, hal ini terbukti dari beberapa dokumen sejarah, Salah satu dokumen sejarah itu adalah rekomendasi hasil musyawarah besar (Mubes) masyarakat Rokan Hulu di Pasir Pengaraian yang di laksanakan pada tahun 1962 silam, pertemuan itu di hadiri oleh para petinggi di masing-masing Lluhak yang ada di Rokah Hulu.
Rekomendasi dari Mubes tersebut adalah agar daerah Eks Wedanaan Pasir Pengarayan di tingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Rokan Hulu, namun akhirnya kandas karena kuatnya rezim yang berkuasa pada saat itu, tidak ada pemekaran wilayah, dan selang lebih kurang 6 tahun kemudian keinginan itupun muncul kembali pada Musyawarah Besar tahun 1968, namun lagi-lagi gagal untuk mewujudkan Kabupaten.
Keadaan ini bertahan cukup lama sampai terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26.525, tanggal 26 Mei 1997. Pemerintah menetapkan Rokan Hulu sebagai wilayah kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I. Itulah setidaknya yang menjadi cikal bakal Kabupaten Rokan Hulu berkenalan dengan system administrasi Negara. Dua tahun kemudian, perubahan yang cukup signifikan kembali terjadi. Seiring dengan maraknya gelombang reformasi di segala bidang, dan otonomi daerah di canangkan, banyak tokoh Rokan Hulu yang menuntut status tersendiri bagi daerahnya. Tokoh-tokoh Rokan Hulu menghendaki wilayahnya terpisah dari kabupaten Kampar. Mereka berpendapat, jika Rokan Hulu terpisah dari Kabupaten Kampar, kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan. Apalagi, jarak ibu kota Kabupaten Kampar dengan Rokan Hulu relatif cukup jauh sehingga menjadi kendala serius bagi pembangunan Rokan Hulu. Tak hanya itu, faktor historis juga berperan sebagai pendorong keinginan masyarakat Rokan Hulu untuk berdiri sendiri, sebab, daerah Rokan Hulu adalah eks kewedanaan Pasir Pengaraian dan telah berdiri sendiri. Kalau mau di tarik lebih jauh lagi, daerah Rokan Hulu pernah menjadi daerah otonom dengan pemerintahan Kerajaan Rokan, sedangkan Dari sisi kebudayaan, Rokan Hulu juga punya alasan untuk berdiri sendiri. Rokan Hulu memiliki kultur, bahasa, serta adat istiadat yang berbeda dari induknya. Dan, yang paling utama, factor ketertinggalan, baik dari segi pengembangan sumber daya manusia (SDM) maupun pengelolaan sumber daya alam (SDA), di bandingkan dengan daerah lain di Riau, akhirnya berimbas pula pada rendahnya tingkat perkembangan perekonomian masyarakat. Tokoh-tokoh intelektual dan masyarakat Rokan Hulu menyadari, hanya dengan adanya kabupaten tersendiri, berbagai ketertinggalan itu dapat di kejar. Keinginan yang begitu menggebu dari para tokoh, yang didukung semua lapisan masyarakat Rokan Hulu, akhirnya di respons pemerintah pusat.
Seiring datangnya era reformasi di Indonesia membuat kesempatan untuk membentuk sebuah kabupaten itu terbuka lebar. Proses teknis pembentukan Kabupaten Rokan Hulu di awali dengan masuknya usulan pembentukan Kabupaten. Panitia pembentukan Kabupaten Rokah Hulu bekerja keras siang dan malam, sehingga pada Tanggal 16 Mei 1999 panitia telah dapat menyampaikan aspirasi masyarakat Rokan Hulu ke DPRD Kabupaten Kampar yang berjumlah 210 lembar aspirasi yang berasal dari berbagai elemen masyarakat, yaitu Ninik mamak/pemangku adat, Ulama, Cendekiawan, Pemuka masyarakat, Tokoh Pemuda, pemimpin organisasi kemasyarakatan. Selain itu di sampaikan pula Aspirasi masyarakat tersebut kepada Bupati Kampar, Gubernur Riau dan DPRD Propinsi Riau di Pekanbaru. Dengan berbagai pertimbangan yang matang, Gubernur Riau dengan Surat Nomor : 135/TP/1303 Tanggal 3 Juni 1999 yang di tujukan kepada Bupati Kampar perihal usulan Kabupaten Rokah Hulu dan Pelalawan yang intinya meminta kepada Bupati Kampar untuk menyampaikan pertimbangan dan pendapatnya atas pemekaran kabupaten tersebut, dengan surat Gubernur di atas, DPRD Kabupaten Kampar memberikan Apresiasi yang positif terhadap pemekaran tersebut, sehingga pada Tanggal 8 Juni 1999 mengusulkan ke Menteri Dalam Negeri Tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Kampar yang menyebutkan bahwa wilayah Kabupaten Rokan Hulu terdiri dari 7 kecamatan, (kecuali Desa Tandun, Desa Aliantan, dan Desa Kabun), munculnya kata Kecuali dalam Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 di sebabkan oleh Surat DPRD Kampar yang kedua tersebut.
Dengan desakan berbagai elemen masyarakat, akhirnya Gubernur Riau dan DPRD Propinsi Riau menyampaikan usulan kepada Pemerintah Pusat, sehingga Pemerintah Pusat menerbitkan RUU nomor 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Pelalawan, Rokab Hilir, Siak, Karimun, Natuna, Kuantan Singingi dan Kota Batam. Akhirnya pada tanggal 4 Oktober 1999, Undang-Undang Nomor : 53 Tahun 1999 di setujui, maka secara yuridis sejak itulah Kabupaten Rokan Hulu berdiri sebagai Kabupaten otonom, namun baru di resmikan oleh Pemerintah sebagai Kabupaten Rokan Hulu dan 7 Kabupaten lainnya di Riau pada Tanggal 12 Oktober 1999.
Maka sejak itulah secara de facto maupun de yure Kabupaten Rokan Hulu resmi menjadi sebuah daerah Otonom dengan ibu kota Pasir Pengaraian. Kemudian di perkuat lagi dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 010/PUU-1/2004 Tanggal 26 Agustus 2004 yang menjadikan Desa Tandun, Desa Aliantan, dan Desa Kabun sebagai bagian dari Kabupaten Rokan Hulu.
Kabupaten yang di beri julukan sebagai Negeri Seribu Suluk ini mempunyai penduduk sebanyak 380.000 jiwa yang terdiri dari berbagai etnis antara lain Melayu, Jawa, Mandailing, Minangkabau, Sunda, Batak, dan sebagainya. Nama Kabupaten Rokan Hulu, di ambil dari salah satu nama sungai besar yang melintasi wilayah ini, yaitu sungai Rokan yang hulunya mengalir dari Bukit Barisan yang masih berada dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu dan sungai ini termasul 4 sungai terbesar yang ada di Propinsi Riau, yakni Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Indragiri dan Sungai Rokan.
Kabupaten Rokan Hulu pada awalnya terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan dan 1 (satu) kecamatan Pembantu yakni Rambah Hilir, 91 Desa dan 6 Kelurahan, dengan luas wilayah 7.449,85 km2 atau lebih kurang 24,37% dari luas Kabupaten Kampar pada waktu sebelum pemekaran, di mana 85% terdiri dari dataran dan 15% rawa-rawa dan perairan. Mempunyai iklim tropis dengan temperature 22-31 derajad celcius dan dengan ketinggian 70-86 M dari permukaan laut ini dengan mata pencaharian penduduk bergerak di bidang pertanian 52,42%, bidang industri 11,49%, bidang perdagangan 7,14% dan sektor lain sebesar 28,95%.
Kabupaten juga melahirkan seorang Pahlawan Nasional yang bernama Tuanku Tambusai.
sumber :
www.dprdrohul.go.id