Sejarah Jawa Barat Dari Zaman Ke Zaman
Ilmu Sejarah membagi sejarah ke dalam dua pengertian. Pertama, sejarah sebagai peristiwa, yaitu peristiwa di masa lampau yang menyangkut kehidupan manusia sebagaimana terjadinya (history as past actuality) atau histoire-realite). Kedua, sejarah sebagai kisah, yaitu peristiwa sejarah sebagaimana dikisahkan/ dituliskan (history as written atau histoire-recite).
Dengan kata lain, sejarah dalam pengertian kedua adalah ilmu yang mempelajari peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia di masa lampau seara selektif, yaitu peristiwa-peristiwa yang memiliki signifikansi (arti penting).
Di Indonesia ada persetujuan tidak tertulis antara sejarah dan arkeologi, yaitu sejarah meneliti peristiwa-peristiwa sesudah tahun 1500, sedangkan peristiwa-peristiwa sebelumnya menjadi garapan arkeologi. Disadari ataupun tidak, pengalaman dan/atau pengetahuan mengenai masa lampau sesungguhnya memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi informasi, fungsi edukasi, fungsi filosofis, fungsi pragmatis, dan fungsi praktis. Sejalan dengan fungsi-fungsi tersebut, maka sejarah memiliki berbagai kegunaan, yaitu sebagai pelajaran, sumber inspirasi, dan sarana/media rekreatif. Bahwa sejarah memiliki kegunaan bagi kehidupan manusia, tercermin dari beberapa ungkapan yang menunjukkan makna sejarah, seperti “belajarlah dari sejarah”, “sejarah adalah guru yang paling baik dan abadi”, “sejarah adalah obor kebenaran”, dan sebagainya..
Dengan kata lain, sejarah dalam pengertian kedua adalah ilmu yang mempelajari peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia di masa lampau seara selektif, yaitu peristiwa-peristiwa yang memiliki signifikansi (arti penting).
Di Indonesia ada persetujuan tidak tertulis antara sejarah dan arkeologi, yaitu sejarah meneliti peristiwa-peristiwa sesudah tahun 1500, sedangkan peristiwa-peristiwa sebelumnya menjadi garapan arkeologi. Disadari ataupun tidak, pengalaman dan/atau pengetahuan mengenai masa lampau sesungguhnya memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi informasi, fungsi edukasi, fungsi filosofis, fungsi pragmatis, dan fungsi praktis. Sejalan dengan fungsi-fungsi tersebut, maka sejarah memiliki berbagai kegunaan, yaitu sebagai pelajaran, sumber inspirasi, dan sarana/media rekreatif. Bahwa sejarah memiliki kegunaan bagi kehidupan manusia, tercermin dari beberapa ungkapan yang menunjukkan makna sejarah, seperti “belajarlah dari sejarah”, “sejarah adalah guru yang paling baik dan abadi”, “sejarah adalah obor kebenaran”, dan sebagainya..
II. Signifikansi Sejarah Jawa Barat
Memiliki pengetahuan tentang peristiwa masa lampau (peristiwa sejarah) penting artinya bagi kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Peristiwa di masa lampau merupakan pelajaran berharga yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam menjalani kehidupan, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Hal ini disebabkan sejarah pada hakekatnya merupakan proses yang menakup tiga dimensi waktu, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa depan (past, present, and future).
Masa kini adalah kesinambungan dari masa lampau dan masa depan adalah kesinambungan dari masa sekarang. Sejarah sebagai sumber inspirasi dan sumber informasi yang terperaya sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat dalam rangka menemukan dan memupuk jati diri bangsa, untuk mampu merancang dan mempersiapkan kehidupan di masa mendatang yang lebih baik. Inilah makna hakiki yang diajarkan oleh sejarah.
Arti penting hakekat tersebut ditunjang pula oleh sifat sejarah. Sejarah merupakan bidang pengetahuan yang sifatnya sangat terbuka dengan toleransi yang besar. Sejarah dapat diminati oleh siapa saja, bahkan sejarah dapat menjadi semacam falsafah hidup, sebagai sarana pemahaman mengenai makna hidup. Adanya sifat dan makna sejarah demikian itu dikarenakan sejarah berdasar kepada common sense (akal sehat), sehingga tiap orang dapat memandang makna sejarah menurut persepsi masing-masing.
Dengan demikian, sesungguhnya tiap orang adalah sejarawan dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, suatu masyarakat atau bangsa hendaknya memiliki kesadaran dan apresiasi yang tinggi akan sejarahnya. Masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Sunda, seyogyanya memahami atau minimal mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah di Tatar Sunda, agar mereka lebih memahami akan jati dirinya. Hal itu penting karena daerah Jawa Barat sungguh kaya akan peristiwa sejarah dari masa ke masa, baik yang bersifat lokal maupun nasional, bahkan dalam masa tertentu di Jawa Barat terjadi peristiwa sejarah yang berskala internasional, misalnya Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
Sejak masa kerajaan hingga kini, di daerah Jawa Barat terjadi berbagai peristiwa sejarah penting yang mengandung berbagai makna pula, sesuai dengan gejolak jamannya. Peristiwa atau moment penting itu di antaranya adalah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 hingga abad ke-8), Kerajaan Sunda/Pajajaran (abad ke-8 hingga abad ke-16), Kerajaan Galuh (abad ke-8 hingga abad ke-15), dan Kerajaan Sumedang Larang (1580-1620).
Pada awal masa kerajaan, ke daerah Jawa Barat masuk pengaruh budaya Hindu-Budha. Sementara itu muncul Kesultanan Cirebon (1479-1809) dan Kesultanan Banten (1552-1832). Dengan berdirinya kedua kesultanan itu, Jawa Barat menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Pada abad ke-17, sebagian wilayah Jawa Barat, khususnya daerah Priangan berada di bawah pengaruh kekuasaan Mataram (1620-1677). Selanjutnya Jawa Barat semakin memiliki arti penting karena menjadi pusat kegiatan/kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara, yaitu pusat kegiatan Kompeni/VOC (abad ke-17 hingga akhir abad ke-18) dan pusat pemerintahan Hindia Belanda (awal abad ke-19 hingga Maret 1942) serta pusat pemerintahan Pendudukan Jepang di Jawa (awal Maret 1942 hingga pertengahan Agustus 1945).
Pada awal abad ke-20 hingga menjelang proklamasi kemerdekaan, Jawa Barat juga menjadi pusat kegiatan pergerakan nasional, sehingga bangsa Indonesia berhasil menetuskan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Peristiwa yang disebut terakhir juga terjadi di daerah Jawa Barat. Dalam perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan dan menegakkan ke- merdekaan, Jawa Barat menjadi pusat perjuangan, sekaligus sebagai pusat kegiatan Pemeerintah Republik Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan berbagai program pembangunan. Dalam setiap kurun waktu tersebut, banyak peristiwa sejarah yang memiliki arti penting, baik bagi masyarakat dan daerah Jawa Barat khususnya maupun bagi kepentinan nasional bangsa dan pemerintah Indonesia pada umumnya.
Berdasarkan ruang lingkup spasialnya, sejarah Jawa Barat termasuk kategori sejarah lokal. Namun demikian, studi sejarah lokal penting artinya bagi suatu bangsa seperti Indonesia yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, bagian yang lebih kecil jangan diabaikan, melainkan harus dimengerti dengan baik. Seringkali hal-hal yang ada/terjadi di tingkat nasional baru dapat dimengerti dengan lebih baik apabila perkembangan di tingkat lokal dipahami dengan baik pula. Hal-hal di tingkat yang lebih luas (nasional) biasanya hanya memberikan gambaran dari pola-pola serta masalah umum, sedangkan situasinya yang lebih konkret dan mendalam baru dapat diketahui melalui gambaran sejarah lokal. Dengan kata lain, studi sejarah Jawa Barat bukan hanya penting artinya bagi kelengkapan sejarah nasional, tetapi penting pula untuk memperdalam pengetahuan tentang dinamika sosiokultural masyarakat yang bersangkutan. Dalam pada itu, selain peran keilmuannya, kajian sejarah lokal seperti sejarah Jawa Barat memiliki arti praktis bagi pembangunan, baik pembangunan daerah maupun pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang budaya dalam arti luas. Untuk keperluan itu, pemahaman akan berbagai jenis sumber sejarah Jawa Barat dan sikap kritis terhadapnya, mutlak diperlukan.
Masa kini adalah kesinambungan dari masa lampau dan masa depan adalah kesinambungan dari masa sekarang. Sejarah sebagai sumber inspirasi dan sumber informasi yang terperaya sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat dalam rangka menemukan dan memupuk jati diri bangsa, untuk mampu merancang dan mempersiapkan kehidupan di masa mendatang yang lebih baik. Inilah makna hakiki yang diajarkan oleh sejarah.
Arti penting hakekat tersebut ditunjang pula oleh sifat sejarah. Sejarah merupakan bidang pengetahuan yang sifatnya sangat terbuka dengan toleransi yang besar. Sejarah dapat diminati oleh siapa saja, bahkan sejarah dapat menjadi semacam falsafah hidup, sebagai sarana pemahaman mengenai makna hidup. Adanya sifat dan makna sejarah demikian itu dikarenakan sejarah berdasar kepada common sense (akal sehat), sehingga tiap orang dapat memandang makna sejarah menurut persepsi masing-masing.
Dengan demikian, sesungguhnya tiap orang adalah sejarawan dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, suatu masyarakat atau bangsa hendaknya memiliki kesadaran dan apresiasi yang tinggi akan sejarahnya. Masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Sunda, seyogyanya memahami atau minimal mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah di Tatar Sunda, agar mereka lebih memahami akan jati dirinya. Hal itu penting karena daerah Jawa Barat sungguh kaya akan peristiwa sejarah dari masa ke masa, baik yang bersifat lokal maupun nasional, bahkan dalam masa tertentu di Jawa Barat terjadi peristiwa sejarah yang berskala internasional, misalnya Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
Sejak masa kerajaan hingga kini, di daerah Jawa Barat terjadi berbagai peristiwa sejarah penting yang mengandung berbagai makna pula, sesuai dengan gejolak jamannya. Peristiwa atau moment penting itu di antaranya adalah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 hingga abad ke-8), Kerajaan Sunda/Pajajaran (abad ke-8 hingga abad ke-16), Kerajaan Galuh (abad ke-8 hingga abad ke-15), dan Kerajaan Sumedang Larang (1580-1620).
Pada awal masa kerajaan, ke daerah Jawa Barat masuk pengaruh budaya Hindu-Budha. Sementara itu muncul Kesultanan Cirebon (1479-1809) dan Kesultanan Banten (1552-1832). Dengan berdirinya kedua kesultanan itu, Jawa Barat menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Pada abad ke-17, sebagian wilayah Jawa Barat, khususnya daerah Priangan berada di bawah pengaruh kekuasaan Mataram (1620-1677). Selanjutnya Jawa Barat semakin memiliki arti penting karena menjadi pusat kegiatan/kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara, yaitu pusat kegiatan Kompeni/VOC (abad ke-17 hingga akhir abad ke-18) dan pusat pemerintahan Hindia Belanda (awal abad ke-19 hingga Maret 1942) serta pusat pemerintahan Pendudukan Jepang di Jawa (awal Maret 1942 hingga pertengahan Agustus 1945).
Pada awal abad ke-20 hingga menjelang proklamasi kemerdekaan, Jawa Barat juga menjadi pusat kegiatan pergerakan nasional, sehingga bangsa Indonesia berhasil menetuskan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Peristiwa yang disebut terakhir juga terjadi di daerah Jawa Barat. Dalam perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan dan menegakkan ke- merdekaan, Jawa Barat menjadi pusat perjuangan, sekaligus sebagai pusat kegiatan Pemeerintah Republik Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan berbagai program pembangunan. Dalam setiap kurun waktu tersebut, banyak peristiwa sejarah yang memiliki arti penting, baik bagi masyarakat dan daerah Jawa Barat khususnya maupun bagi kepentinan nasional bangsa dan pemerintah Indonesia pada umumnya.
Berdasarkan ruang lingkup spasialnya, sejarah Jawa Barat termasuk kategori sejarah lokal. Namun demikian, studi sejarah lokal penting artinya bagi suatu bangsa seperti Indonesia yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, bagian yang lebih kecil jangan diabaikan, melainkan harus dimengerti dengan baik. Seringkali hal-hal yang ada/terjadi di tingkat nasional baru dapat dimengerti dengan lebih baik apabila perkembangan di tingkat lokal dipahami dengan baik pula. Hal-hal di tingkat yang lebih luas (nasional) biasanya hanya memberikan gambaran dari pola-pola serta masalah umum, sedangkan situasinya yang lebih konkret dan mendalam baru dapat diketahui melalui gambaran sejarah lokal. Dengan kata lain, studi sejarah Jawa Barat bukan hanya penting artinya bagi kelengkapan sejarah nasional, tetapi penting pula untuk memperdalam pengetahuan tentang dinamika sosiokultural masyarakat yang bersangkutan. Dalam pada itu, selain peran keilmuannya, kajian sejarah lokal seperti sejarah Jawa Barat memiliki arti praktis bagi pembangunan, baik pembangunan daerah maupun pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang budaya dalam arti luas. Untuk keperluan itu, pemahaman akan berbagai jenis sumber sejarah Jawa Barat dan sikap kritis terhadapnya, mutlak diperlukan.
III. Permasalahan dan Relevansinya dengan Pembangunan
Permasalahan yang dimaksud di sini adalah permasalahan dalam atau tentang sejarah Jawa Barat dan/atau yang berkaitan dengan sejarah Jawa Barat. Secara garis besar permasalahan itu mencakup penulisan dan pemahaman sejarah Jawa Barat. Bila dikaji secara seksama, kedua permasalahan itu ada relevansinya dengan pembangunan dalam arti luas, baik pembangunan mental-spriritual, pembangunan fisik daerah, maupun pembangunan sosial budaya. Hingga kini sejarah Jawa Barat sudah cukup banyak ditulis, baik oleh sejarawan profesional maupun sejarawan amatir.
Pada umumnya tulisan-tulisan itu sudah mencakup garis besar periodisasi sejarah Jawa Barat, yaitu masa kerajaan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan, bahkan sudah ada tulisan mengenai Jawa Barat masa prasejarah. Oleh karena sejarah Jawa Barat mencakup kurun waktu sangat panjang dan mengandung permasalahan luas dan kompleks, maka setiap tulisan umumnya hanya menguraikan aspek-aspek tertentu (tematis) dalam kurun waktu tertentu pula. Misalnya, masa kerajaan dengan penekanan pasa aspek pemerintahan, penyebaran agama Islam, penjajahan kolonial dan pendudukan Jepang (aspek politik dan militer), pergerakan nasional (aspek politik), tentang revolusi kemerdekaan dengan beberapa permasalahannya (aspek politik dan militer), tentang pendidikan (hingga tahun 1950-an), tentang pemerintahan (hingga tahun 1990-an), sejarah kota, sejarah kabupaten, dan lain-lain, secara garis besar. Tulisan-tulisan tersebut umumnya belum banyak mengungkap aspek-aspek sosial budaya secara eksplisit. Uraian pada tulisan-tulisan itu umumnya masih bersifat deskriptif-naratif. Kalaupun ada yang bersifat deskriptif-analisis, sifat analisisnya masih dangkal. Tulisan tentang aspek-aspek sejarah Jawa Barat yang bersifat analisis umumnya berupa makalah, skripsi, tesis, dan disertasi yang notabene belum dikomsumsi oleh masyarakat luas.
Tulisan-tulisan tersebut baru sebagian kecil yang diterbitkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Namun pengkonsumsiannya masih terbatas pada kalangan masyarakat tertentu. Hal ini dikarenakan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia umumnya, termasuk masyarakat Sunda, masih lemah. Sementara itu, dalam sejarah Jawa Barat masih banyak aspek-aspek sosial budaya masyarakat yang belum terungkap secara jelas, seperti tentang pertanian, perekonomian, perdagangan, kesenian, transportasi dan komunikasi, institusi masyarakat atau organisasi sosial, sejarah pedesaan, keterlibatan dan peranan rakyat dalam setiap peristiwa sejarah, dan sebagainya.
Permasalahan tersebut erat kaitannya dengan kendala dalam menulis sejarah, antara lain sedikit/terbatasnya sumber sejarah yang diperoleh dan sulitnya menemukan sumber yang akurat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam proses penulisan sejarah, seperti kesalahan pemilihan topik, kesalahan pengumpulan sumber, kesalahan verifikasi, kesalahan interpretasi, dan kesalahan penulisan. Kesalahan-kesalahan itu satu sama lain berhubungan secara kausalitas yang pada dasarnya bermuara pada kesalahan pengumpulan sumber dan kesalahan interpretasi. Kelemahan dan kesalahan itu terdapat pula dalam beberapa tulisan tentang sejarah Jawa Barat. Kelemahan umum terjadi pada sifat uraian yang kurang memberikan eksplanasi tentang makna peristiwa. Salah satu contoh kesalahan pemilihan topik adalah tulisan berjudul Prabu Siliwangi. Topik itu dikatakan salah, karena Prabu Siliwangi bukan tokoh sejarah melainkan tokoh mitos (tokoh sastra). Kasus ini juga menunjukkan kesalahan interpretasi, verifikasi, dan penulisan. Campuraduknya antara sejarah dengan mitos memang merupakan gejala umum di kalangan masyarakat. Mungkin hal itu terjadi karena mereka (rakyat) banyak mengetahui cerita yang mirip sejarah dari sumber berupa babad atau wawacan. Hal ini menunjukkan lemahnya pemahaman akan pengertian sejarah.
Contoh lain dari kelemahan pengumpulan sumber dan kesalahan interpretasi serta lemahnya kesadaran sejarah, terjadi dalam sejarah kabupaten yang menari hari jadi kabupaten yang bersangkutan, misalnya Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung. Kabupaten Sumedang memilih hari jadinya tanggal 22 April 1578. Hal ini berarti kabupaten itu berdiri pada akhir masa Kerajaan Sunda/Pajajaran, padahal fakta sejarah menunjukkan bahwa Kabupaten Sumedang berdiri jauh setelah Kerajaan Sunda/Pajajaran runtuh (1580). Berdasarkan pengertian kabupaten atau secara administratif, Kabupaten Sumedang berdiri kira-kira tahun 1620, dibentuk oleh Sultan Agung, penguasa Mataram (1613-1645) dalam usahanya menguasai daerah Priangan. Kabupaten Bandung pun dibentuk oleh Sultan Agung berdasarkan piagam bertanggal 9 Muharam Tahun Alip. F. de Haan dalam bukunya berjudul Priangan; De Preanger Regentshappen Onder het Nederlandsch Bestuur Tot 1811, jilid III (1912) menafsirkan tanggal piagam itu bertepatan dengan tanggal 20 April 1641. Tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Bandung. Kasus ini merupakan kelemahan dalam pengumpulan dan penggunaan sumber, karena ternyata ada sumber lain yang memuat tafsiran lain terhadap tanggal piagam tersebut, yaitu tanggal 16 Juli 1633.
Berdasarkan buku Perbandingan Tarich dan kajian terhadap peristiwa yang berhubungan secara kausalitas dengan pembentukan Kabupaten Bandung, saya cenderung pada tanggal 16 Juli 1633 sebagi hari jadi Kabupaten Bandung.
Kelemahan dan kesalahan dalam penulisan sejarah itu, selain akibat kelemahan dalam penelitian sumber dan kelemahan dalam penguasaan metode sejarah serta aplikasinya, mungkin pula disebabkan oleh kuatnya perasaan emosional dan unsur subyektivitas dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan adanya kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dalam penulisan sejarah, termasuk dalam sejarah Jawa Barat, maka tulisan sejarah Jawa Barat mengenai aspek-aspek tertentu perlu dikaji ulang dan direvisi. Demikian pula aspek-aspek atau peristiwa yang belum terungkap perlu diteliti, dikaji, dan ditulis dengan memperhatikan syarat-syarat dan ciri-ciri karya sejarah serta berdasarkan metode sejarah.
Dengan demikian, sejarah Jawa Barat sebagai sejarah lokal akan memiliki fungsi, kegunaan, dan signifikansi seperti yang telah dikemukakan. Dalam hal ini, sejarah kebudayaan Sunda patut mendapat perhatian, dikaji dan ditulis, serta hasilnya dikonsumsikan kepada masyarakat. Melalui tulisan ini, diharapkan masyarakat Sunda semakin memahami akan jati diri dan potensinya, sehinga menumbuh kembangkan sikap mental-spiritual yang positif. Dengan memahami sejarahnya, para pendukung kebudayaan Sunda diharapkan akan mampu membuat strategi untuk memelihara dan mengembangkan budaya Sunda, sehingga budaya Sunda bukan hanya milik dan dicintai oleh orang Sunda, tetapi juga menjadi aset nasional, baik dalam mengisi abad ke-21 maupun abad-abad selanjutnya.
Pada umumnya tulisan-tulisan itu sudah mencakup garis besar periodisasi sejarah Jawa Barat, yaitu masa kerajaan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan, bahkan sudah ada tulisan mengenai Jawa Barat masa prasejarah. Oleh karena sejarah Jawa Barat mencakup kurun waktu sangat panjang dan mengandung permasalahan luas dan kompleks, maka setiap tulisan umumnya hanya menguraikan aspek-aspek tertentu (tematis) dalam kurun waktu tertentu pula. Misalnya, masa kerajaan dengan penekanan pasa aspek pemerintahan, penyebaran agama Islam, penjajahan kolonial dan pendudukan Jepang (aspek politik dan militer), pergerakan nasional (aspek politik), tentang revolusi kemerdekaan dengan beberapa permasalahannya (aspek politik dan militer), tentang pendidikan (hingga tahun 1950-an), tentang pemerintahan (hingga tahun 1990-an), sejarah kota, sejarah kabupaten, dan lain-lain, secara garis besar. Tulisan-tulisan tersebut umumnya belum banyak mengungkap aspek-aspek sosial budaya secara eksplisit. Uraian pada tulisan-tulisan itu umumnya masih bersifat deskriptif-naratif. Kalaupun ada yang bersifat deskriptif-analisis, sifat analisisnya masih dangkal. Tulisan tentang aspek-aspek sejarah Jawa Barat yang bersifat analisis umumnya berupa makalah, skripsi, tesis, dan disertasi yang notabene belum dikomsumsi oleh masyarakat luas.
Tulisan-tulisan tersebut baru sebagian kecil yang diterbitkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Namun pengkonsumsiannya masih terbatas pada kalangan masyarakat tertentu. Hal ini dikarenakan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia umumnya, termasuk masyarakat Sunda, masih lemah. Sementara itu, dalam sejarah Jawa Barat masih banyak aspek-aspek sosial budaya masyarakat yang belum terungkap secara jelas, seperti tentang pertanian, perekonomian, perdagangan, kesenian, transportasi dan komunikasi, institusi masyarakat atau organisasi sosial, sejarah pedesaan, keterlibatan dan peranan rakyat dalam setiap peristiwa sejarah, dan sebagainya.
Permasalahan tersebut erat kaitannya dengan kendala dalam menulis sejarah, antara lain sedikit/terbatasnya sumber sejarah yang diperoleh dan sulitnya menemukan sumber yang akurat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam proses penulisan sejarah, seperti kesalahan pemilihan topik, kesalahan pengumpulan sumber, kesalahan verifikasi, kesalahan interpretasi, dan kesalahan penulisan. Kesalahan-kesalahan itu satu sama lain berhubungan secara kausalitas yang pada dasarnya bermuara pada kesalahan pengumpulan sumber dan kesalahan interpretasi. Kelemahan dan kesalahan itu terdapat pula dalam beberapa tulisan tentang sejarah Jawa Barat. Kelemahan umum terjadi pada sifat uraian yang kurang memberikan eksplanasi tentang makna peristiwa. Salah satu contoh kesalahan pemilihan topik adalah tulisan berjudul Prabu Siliwangi. Topik itu dikatakan salah, karena Prabu Siliwangi bukan tokoh sejarah melainkan tokoh mitos (tokoh sastra). Kasus ini juga menunjukkan kesalahan interpretasi, verifikasi, dan penulisan. Campuraduknya antara sejarah dengan mitos memang merupakan gejala umum di kalangan masyarakat. Mungkin hal itu terjadi karena mereka (rakyat) banyak mengetahui cerita yang mirip sejarah dari sumber berupa babad atau wawacan. Hal ini menunjukkan lemahnya pemahaman akan pengertian sejarah.
Contoh lain dari kelemahan pengumpulan sumber dan kesalahan interpretasi serta lemahnya kesadaran sejarah, terjadi dalam sejarah kabupaten yang menari hari jadi kabupaten yang bersangkutan, misalnya Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung. Kabupaten Sumedang memilih hari jadinya tanggal 22 April 1578. Hal ini berarti kabupaten itu berdiri pada akhir masa Kerajaan Sunda/Pajajaran, padahal fakta sejarah menunjukkan bahwa Kabupaten Sumedang berdiri jauh setelah Kerajaan Sunda/Pajajaran runtuh (1580). Berdasarkan pengertian kabupaten atau secara administratif, Kabupaten Sumedang berdiri kira-kira tahun 1620, dibentuk oleh Sultan Agung, penguasa Mataram (1613-1645) dalam usahanya menguasai daerah Priangan. Kabupaten Bandung pun dibentuk oleh Sultan Agung berdasarkan piagam bertanggal 9 Muharam Tahun Alip. F. de Haan dalam bukunya berjudul Priangan; De Preanger Regentshappen Onder het Nederlandsch Bestuur Tot 1811, jilid III (1912) menafsirkan tanggal piagam itu bertepatan dengan tanggal 20 April 1641. Tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Bandung. Kasus ini merupakan kelemahan dalam pengumpulan dan penggunaan sumber, karena ternyata ada sumber lain yang memuat tafsiran lain terhadap tanggal piagam tersebut, yaitu tanggal 16 Juli 1633.
Berdasarkan buku Perbandingan Tarich dan kajian terhadap peristiwa yang berhubungan secara kausalitas dengan pembentukan Kabupaten Bandung, saya cenderung pada tanggal 16 Juli 1633 sebagi hari jadi Kabupaten Bandung.
Kelemahan dan kesalahan dalam penulisan sejarah itu, selain akibat kelemahan dalam penelitian sumber dan kelemahan dalam penguasaan metode sejarah serta aplikasinya, mungkin pula disebabkan oleh kuatnya perasaan emosional dan unsur subyektivitas dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan adanya kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dalam penulisan sejarah, termasuk dalam sejarah Jawa Barat, maka tulisan sejarah Jawa Barat mengenai aspek-aspek tertentu perlu dikaji ulang dan direvisi. Demikian pula aspek-aspek atau peristiwa yang belum terungkap perlu diteliti, dikaji, dan ditulis dengan memperhatikan syarat-syarat dan ciri-ciri karya sejarah serta berdasarkan metode sejarah.
Dengan demikian, sejarah Jawa Barat sebagai sejarah lokal akan memiliki fungsi, kegunaan, dan signifikansi seperti yang telah dikemukakan. Dalam hal ini, sejarah kebudayaan Sunda patut mendapat perhatian, dikaji dan ditulis, serta hasilnya dikonsumsikan kepada masyarakat. Melalui tulisan ini, diharapkan masyarakat Sunda semakin memahami akan jati diri dan potensinya, sehinga menumbuh kembangkan sikap mental-spiritual yang positif. Dengan memahami sejarahnya, para pendukung kebudayaan Sunda diharapkan akan mampu membuat strategi untuk memelihara dan mengembangkan budaya Sunda, sehingga budaya Sunda bukan hanya milik dan dicintai oleh orang Sunda, tetapi juga menjadi aset nasional, baik dalam mengisi abad ke-21 maupun abad-abad selanjutnya.
IV. Kesimpulan
Sejarah Jawa Barat dari masa ke masa mengandung banyak permasalahan yang cukup menarik untuk dikaji secara seksama, karena sejarah Jawa Barat selain memiliki fungsi dan kegunaan seperti sejarah pada umumnya, juga memiliki sifnifikasi tersendiri (istimewa), baik bagi pembangunan masyarakat dan daerah Jawa Barat pada khususnya maupun bagi kepentingan pembangunan nasional pada umumnya. Hal ini disebabkan daerah Jawa Barat dari masa ke masa memiliki kedudukan yang strategis di wilayah Nusantara, dan memiliki potensi serta peranan penting dalam berbagai kegiatan. Oleh karena itu, kesadaran akan sejarah perlu dimiliki. Pemahaman sejarah dapat menunjang pembinaan dan pengembanga budaya. Kesadaran atau
Pemahaman sejarah adalah budaya. Sejarah dan budaya dalam satu segi memiliki fungsi/kegunaan yang sama, yaitu sama-sama menunjukkan identitas masyarakat pemiliknya. Dengan kesadaran tersebut, kebudayaan Sunda dan pemiliknya akan turut berkiprah atau berperan dalam mengisi abad ke-21 dan abad-abad selanjutnya.
Pemahaman sejarah adalah budaya. Sejarah dan budaya dalam satu segi memiliki fungsi/kegunaan yang sama, yaitu sama-sama menunjukkan identitas masyarakat pemiliknya. Dengan kesadaran tersebut, kebudayaan Sunda dan pemiliknya akan turut berkiprah atau berperan dalam mengisi abad ke-21 dan abad-abad selanjutnya.
sumber :
https://serbasejarah.wordpress.com/2009/08/07/sejarah-jawa-barat-dari-zaman-ke-zaman/
*A. Sobana Hardjasaputra Dosen Sejarah Jurusan Sejarah Unpad