Sejarah Asal Usul Danau Kelimutu dan Pesona Keindahannya di Nusa Tenggara Timur
Sejarah Asal Usul Danau Kelimutu dan Pesona Keindahannya di Nusa Tenggara Timur
Danau Kelimutu atau biasa dikenal dengan Danau Tiga Warna merupakan salah satu danau yang memukau, berupa tiga kawah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, lebih tepatnya berada di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Danau Kelimutu berada di ketinggian kurang lebih 1639 m dengan luas area ketiga danau sekitar 1.051.000 m2 dan menampung volume air sekitar 1292 juta m3 (Wikipedia).
Sejarah Danau Kelimutu
Pertama kali kelimutu diketemukan oleh warga Belanda keturunan Lio, bernama Van Such Telen (Blasteran antara Belanda-sang Ayah dan suku Lio-sang Ibu), tahun 1915 (Wikipedia). Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu. Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.
Gunung Kelimutu (1640 mpdl) tumbuh didalam kaldera Sokonia atau Tubuss bersama dengan gunung Kelido (1641 mpdl) dan gunung Kelibara (1630 mpdl). Ketiganya membangun kompleks yang bersambungan kecuali gunung Kelibara yang terpisah oleh lembah dari kaldera Sokonia. Dari ketiga gunung tersebut, gunung Kelimutu merupakan kerucut tertua dan masih menunjukkan aktivitas vulkanologi sampai sekarang yang merupakan kelanjutan dari kaldera Sokonia. Dari puncak kelimutu terdapat 3 sisa kawah besar yang mencerminkan perpindahan puncak erupsi. Ketiga sisa kawah tersebut sekarang berupa danau kawah dengan warna air yang berbeda dan ukuran diameter bervariasi, dimana ketiga danau tersebut bernama Tiwu Ata Polo (Danau Merah), Tiwu Nuwa Muri Koo Fai (Danau Biru), dan Tiwu Ata Mbupu (Danau Putih). Berdasarkan catatan gunung kelimutu meletus dahsyat pada tahun 1830 dengan mengeluarkan lava hitam Watukali, kemudian meletus kembali pada tahun 1869-1870 disertai aliran lahar dan membuat suasana gelap gulita disekitarnya dimana hujan abu dan lontaran batu hingga mencapai desa Pemo (Sumber: Direktorat Vulkanologi Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, 1990). Tercatat 11 kali aktivitas vulkanik di Taman Nasional Kelimutu sejak 1830-1997.
Setiap danau memiliki luas area dan kedalaman yang berbeda. Tiwu Ata Polo memiliki luas 4Ha dengan kedalaman 64 m, Tiwu Ata Mbupu memiliki luas 4.5Ha dengan kedalaman 67 m, dan Tiwu Nuwa Muri Koo Fai memiliki luas 5.5Ha dengan kedalaman 125 m.
Suku lio di Flores percaya bahwa Danau Kelimutu menyimpan aura mistis dimana merupakan tempat persemayaman terakhir dari jiwa-jiwa orang yang meninggal. Danau berwarna biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau “Tiwu Ata Polo” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau “Tiwu Ata Mbupu”merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.
Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata, merupakan acara adat yang diselenggarakan suku Lio di Flores untuk menghormati nenek moyang dimana diselenggarakan setiap tanggal 14 Agustus (tentatif). Suku Lio mempersembahkan berbagai makanan kepada leluhur sebagai tanda ungkapan terima kasih atas berkat tahun lalu dan berdoa untuk mendapatkan berkat tahun selanjutnya. Acara ini dimulai persiapan dan berkumpul di area parkiran, diikuti tracking menuju Tiwu Ata Polo dimana terletak altar mezbah batu, tempat diletakkannya segala persembahan makanan dan pusat acara ritual berlangsung.
Rute Perjalanan Menuju Danau Kelimutu
Bandara H. Hasan Aroeboesman, Ende, Flores
Dari bandara El Tari di Kupang (Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur), wisatawan dapat menggunakan pesawat menuju Ende (Bandara H. Hasan Aroeboesman), yang berada di Pulau Flores, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Untuk ke Ende, wisatawan dapat menggunakan berbagai maskapai seperti Wings Air, Kalstar, dan Garuda Indonesia dengan budget harga tiket sekitar 400-800ribu, bahkan bisa lebih saat peak season. Setiba di Ende, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum berupa mini bus, menuju moni yang berada di kaki gunung yang berjarak sekitar 66 km dengan waktu tempuh 2.5-3jam.
Jalan Menuju Kelimutu
Saat dalam perjalanan, di beberapa titik sedang ada perbaikan jalan, sehingga janganlah heran dengan adanya beberapa unit alat berat yang sedang bekerja. Berdasarkan informasi yang didapat, perbaikan jalan ini dilakukan untuk menyambut ajang “Tour de Flores 2016”, event promosi pariwisata berbalut olahraga balap sepeda yang melintasi beberapa lokasi di pulau Flores.
Moni sendiri merupakan suatu desa yang berada di kaki gunung dimana banyak penginapan berupa lodge atau hotel kelas melati (umumnya merupakan rumah warga yang dimodifikasi menjadi beberapa kamar untuk tempat menginap) dengan budget sekitar 200-300ribu/malam. Moni merupakan lokasi yang sangat pas bagi wisatawan untuk menginap bila ingin mengejar sunrise di Danau Kelimutu. Dari Moni, wisatawan dapat menuju Gerbang Wisata Danau Kelimutu hanya 30 menit.
Kisah Perjalanan Menuju Danau Kelimutu
Pada bulan Mei 2016, saya berkesempatan untuk menginjakkan kaki saya di kawasan taman nasional yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini. Ini merupakan pertama kalinya saya berpijak di bumi yang terkenal dengan alat musik tradisional Sasando dan kain tenunnya. Pada tanggal 02 Mei 2016, pukul 04.30 WITA, saya bersama teman-teman sharingcost trip yang berjumlah 22 orang, berangkat dari penginapan yang berada di daerah Moni, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Waktu yang dibutuhkan dari Moni menuju Gerbang Area Wisata Danau Kelimutu sekitar 30 menit.
Memasuki gerbang area wisata Danau Kelimutu, setiap wisatawan lokal yang berkunjung dikenakan tarif masuk sebesar Rp5.000/orang dan tarif kendaraan sebesar Rp10.000/kendaraan. Sedangkan untuk wisatawan asing dikenakan tarif masuk sebesar Rp250.000/orang. Biaya yang tergolong terjangkau bagi wisatawan domestik bila dibandingkan dengan pengalaman berkesan yang akan didapatkan.
Dari parkiran, setiap wisatawan harus tracking dengan jarak sekitar 2km (berjalan tracking sekitar 20 menit) menuju puncak gunung untuk melihat keindahan Danau Kelimutu. Wisata Danau Kelimutu merupakan wisata andalan nasional, jadi tidak salah bila fasilitas baik berupa jalur tracking yang sudah tertata dengan handrail pengaman di sekitar danau, beberapa saung untuk istirahat, dan toilet yang tersedia. Dibeberapa titik jalur tracking, wisatawan yang berkunjung dapat membeli beberapa selendang tenun khas flores dengan harga sekitar Rp50-100 ribu yang dijual oleh warga.
Beberapa rambu sangat unik dan menarik ditambah penjelasan-penjelasan mengenai Area Wisata Danau Kelimutu di sepanjang jalur saat tracking memberikan informasi tambahan kepada wisatawan yang berkunjung. Untuk mengejar waktu sunrise di danau Kelimutu, pastikan anda membawa senter untuk menerangi jalan selama tracking karna tidak ada penerangan.
Sambil menunggu sang fajar, wisatawan dapat menyeruput segelas kopi, teh, atau berbagai minuman hangat lainnya yang dijual untuk menghangatkan diri di pagi hari yang cukup dingin dan udara yang tipis di puncak gunung selepas tracking. Sang fajar pun mulai menampakkan dirinya. Warna khas orange kekuningan mengikuti jejak sang fajar yang mulai menyingsing pun mulai terlihat. Sangat mempesona saat permukaan air danau memantulkan cahaya sang fajar.
Danau Kelimutu sendiri sangatlah unik karena warna air yang selalu mengalami perubahan. Perubahan warna air danau erat kaitannya dengan aktivitas vulkanik dan perubahannya tidak mempunyai pola yang jelas tergantung kegiatan magmatik. Kalangan ilmuwan dan peneliti meyakini bahwa kandungan kimia, berupa garam besi dan sulfat, mineral lainnya serta tekanan gas aktivitas vulkanik dan sinar matahari adalah faktor penyebab perubahan warna air. Perubahan warna air yang tercatat dari tahun 1915-2011, Tiwu Ata Polo mengalami 44 kali perubahan, Tiwu Nuwa Muri Koo Fai mengalami 25 kali perubahan dan Tiwu Ata Mbupu mengalami 16 kali perubahan.
Danau Kelimutu sangat layak untuk dikunjungi karena menyimpan kemilau tersendiri dari ketiga danau. Pastikan anda meluangkan waktu anda untuk mengunjungi Taman Nasional Kelimutu bila anda sedang berkunjung ke Ende. Wonderful Indonesia!
Sumber: jefryhutagalung
0 Response to "Sejarah Asal Usul Danau Kelimutu dan Pesona Keindahannya di Nusa Tenggara Timur"
Posting Komentar