Masjid Raya Senapelan
Masjid Raya Senapelan
1. Sejarah Pembangunan
Masjid
ini dibangun pada abad ke 18, sekitar tahun 1762 M, di masa
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan IV), dan Sultan
Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (Sultan V) dari kerajaan Siak.
Pembangunan
masjid ini tak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan Kerajaan Siak
yang menganut sistem tali berpilin tiga. Maksudnya adalah, ada tiga
unsur penting dalam kerajaan yang harus tetap dijaga, yaitu: raja, adat
dan agama. Oleh karena itu, di pusat kerajaan akan selalu ditemukan
tiga bangunan yang menjadi simbol keberadaan tiga unsur ini, yaitu:
istana sebagai simbol dari keberadaan raja, Balai Kerapatan sebagai
simbol adat, dan masjid sebagai simbol agama. Jika pusat pemerintahan
berpindah, maka raja akan membangun kembali 3 unsur ini.
Pembangunan
Masjid Senapelan atau kerap disebut masjid Raya Pekanbaru- dilakukan
seiring dengan dipindahkannya ibukota Kerajaan Siak dari Mempura Besar
ke Bukit Senapelan (sekarang disebut Kampung Bukit) di masa Sultan
Alamuddin. Saat itu, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memberi nama
masjid ini sebagai Masjid Alam. Nama ini diambil dari nama Sultan Alamuddin waktu kecil: Raja Alam.
Ketika masjid selesai dibangun, diadakan upacara menaiki sekaligus diadakan shalat Jumat. Imam dan khatib pertama saat itu adalah Sayyid Osman Syahabuddin, ulama besar Kerajaan Siak yang juga menantu Sultan.
Dalam
perkembangannya, masjid ini telah berganti nama beberapa kali. Pada
awalnya bernama Masjid Alam, kemudian Masjid Nur Alam, dan sekarang
lebih dikenal dengan nama Masjid Raya Pekanbaru.
Di
areal masjid terdapat sebuah sumur yang mempunyai nilai magis. Karena
itu, sering dikunjungi wisatawan mancanegara, terutama dari Malaysia. Mereka mandi menggunakan air sumur tersebut untuk membayar niat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya.
2. Lokasi
Masjid ini terletak di kecamatan Senapelan, Pekanbaru, Riau, Indonesia.
3. Luas
(Dalam proses pengumpulan data).
4. Arsitektur
sebagian arsitektur yang kasat mata
5. Perencana
Masjid ini dibangun di masa Sultan Alamuddin. Tapi, konon perancangnya adalah Sayyid Osman, menantu Sultan sendiri.
6. Renovasi
Masjid
ini telah mengalami renovasi pada tahun 1775 M. Saat itu, pendirinya,
Sultan Alamuddin masih hidup. Renovasi saat itu dilakukan karena masjid
sudah tidak mampu lagi menampung jamaah yang terus bertambah, seiring
semakin besarnya kota Senapelan. Menurut sumber lokal, dalam perluasan
masjid tersebut, keempat tiang serinya disediakam oleh Datuk Empat Suku
(Datuk Pemegang Adat), sementara tiang tuanya disediakan oleh Sayyid
Osman, ulama yang menjadikan masjid ini sebagai pusat gerakan
dakwahnya. Kubah masjid disediakan oleh sultan, sementara pengerjaan
bangunan dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Cara merenovasi
masjid dengan bergotong-royong ini merupakan simbol dari berpadunya
raja (pemegang kekuasaan), Datuk Empat Suku (pemegang adat), ulama
(pemegang agama) dan rakyat (sokopusaka negeri).
Pada
masa pemerintahan Sultan Syarif Ali Jalil Syaifuddin (1784-1810 M),
masjid kembali direnovasi dengan memberi selasaruntuk peristirahatan
para peziarah.
Pada tahun 1940 M, dibangun pula sebuah pintu gerbang yang menghadap ke timur.
Sumber:
- Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia. Zein, Abdul Baqir. 1999. Jakarta: Gema Insani Press
Kredit foto : www.wisatamelayu.com
0 Response to "Masjid Raya Senapelan"
Posting Komentar