Amalan Yang Tertolak (Kajian Hadits Ke-5 Arbain Annawawiyyah)
عَنْ
أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ رواه
البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم [ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْه
ِأَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ibunda kaum mukminin, Ummu Abdillah Aisyah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak (H.R alBukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim: Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami, maka tertolak.
PENJELASAN :
Hadits ini adalah patokan lahiriah untuk menentukan sah atau tidaknya suatu amalan. Jika suatu amalan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam, maka tertolak. Meski pelakunya mengamalkan dengan ikhlas hanya karena Allah. Karena itu, syarat diterimanya amalan ada 2 :
- Ikhlas karena Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits pertama yang lalu.
- Mengikuti tuntunan Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam
Perbuatan yang diada-adakan dalam Dienul Islam, yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam disebut dengan bid’ah.
DEFINISI BID’AH
Bid’ah secara
bahasa artinya adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh
sebelumnya. Dalam alQur’an ada penyebutan lafadz bid’ah secara bahasa
tersebut, di antaranya:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allahlah yang mengadakan langit dan bumi (tanpa contoh sebelumnya)(Q.S alBaqoroh:117).
Makna bid’ah secara istilah adalah :
Jalan yang ditempuh dalam Dien, yang
diada-adakan, menandingi syariat, yang niat melaksanakannya adalah
sebagaimana niat seseorang menjalankan syariat (al-I’tishom karya al-Imam asy-Syathiby).
PENJELASAN DEFINISI BID’AH
Beberapa karakteristik sesuatu hal dikatakan sebagai bid’ah :
1) Telah menjadi sebuah ‘jalan’.
Bukan sesuatu hal yang sekedar ‘pernah’ dilakukan, tapi berulang-ulang dan menjadi kebiasaan, sehingga menjadi ‘jalan’.
2) Dalam urusan Dien (bukan duniawi).
Dalam urusan duniawi dipersilahkan berinovasi seluas-luasnya selama tidak ada larangan dari alQur’an maupun Sunnah Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Kalian lebih tahu tentang urusan duniawi kalian (H.R Muslim)
3) Diada-adakan, tidak ada dalilnya.
Tidak ada dalil shahih yang
menjadi landasannya. Jika ada dalil, bisa berupa hadits lemah atau
hadits palsu, atau ayat yang ditafsirkan tidak pada tempatnya.
4) Menandingi syariat
Tidaklah seseorang melakukan sesuatu bid’ah kecuali Sunnah yang semisalnya akan mati.
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya (H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))
Contoh: bacaan-bacaan setelah selesai
sholat fardlu banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Namun,
ada seseorang yang karena merasa mendapatkan ijazah bacaan dari
gurunya (meski tidak ada dalilnya dari hadits Nabi), selalu
mengulang-ulang bacaan yang diajarkan tersebut setelah selesai sholat.
Misalkan, membaca Laa Ilaaha Illallaah 333 kali, disertai
keyakinan keutamaan-keutamaannya (memperlancar rezeki, kewibawaan, dsb).
Akibatnya, ia akan tersibukkan dengan amalan dari gurunya tersebut dan
meninggalkan Sunnah Nabi yang sebenarnya.
5) Niat melakukannya adalah sebagaimana orang berniat dalam melakukan syariat (untuk mendekatkan diri kepada Allah).
Penjelasan ini disarikan dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalusy Syaikh ketika mensyarh hadits ini (Syarh al-Arbain anNawawiyyah)
SEMUA BID’AH ADALAH SESAT
Semua bid’ah -secara istilah- sebagaimana definisi di atas adalah sesat.
Sabda Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Dan berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah sesat (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah)
Dalam hadits Jabir dinyatakan bahwa Nabi
selalu mengulang-ulang ucapan semacam itu pada permulaan-permulaan
khutbah beliau baik pada saat Khutbah Jumat atau di waktu lain
Ucapan para Sahabat Nabi:
Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridlainya- berkata:
اَ تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ikutilah (Sunnah Nabi) janganlah
melakukan bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan seluruh
bid’ah adalah sesat (diriwayatkan oleh Abu Khoytsam dalam Kitabul Ilm
dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
Sederhana di dalam Sunnah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah (riwayat al-Hakim).
(Maksudnya, sedikit amalan namun di atas
Sunnah (sesuai bimbingan Nabi) lebih baik dibandingkan banyak beramal
dan bersungguh-sungguh, namun di atas kebid’ahan)
Ibnu Umar –semoga Allah meridlainya- berkata:
كلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Semua bid’ah adalah sesat sekalipun
manusia memandangnya baik (diriwayatkan oleh alBaihaqy dalam al-Madkhal
dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Muadz bin Jabal –semoga Allah meridlainya- berkata:
فَإِياَّكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلَالَة
Berhati-hatilah kalian dari perkara
yang diada-adakan, karena perkara yang diada-adakan (dalam Dien) adalah
sesat (Hilyatul Awliyaa’ (1/233)).
Ibnu Abbas –semoga Allah meridlainya-berkata:Hendaknya
engkau bertakwa kepada Allah dan istiqomah, ikutilah (Sunnah Nabi)
jangan berbuat kebid’ahan (diriwayatkan oleh ad-Daarimi).
Hudzaifah bin al-Yaman –semoga Allah meridlainya- berkata:
كُلُّ
عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ
مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah).
sumber : Oleh Ustadz Kharisman