Makalah Ilmu Reproduksi Ternak : Proses Fertilisasi dan Implantasi
MAKALAH KELOMPOK (ILMU REPRODUKSI TERNAK)
PROSES FERTILISASI SAMPAI IMPLANTASI
OLEH KELOMPOK III :
NILUH SUJANI LEVIANI
MUGNI NOOR
SITI NURLIA
SITTI JALING
LISA MELIANA
ANNAS ARIF SOFYAN
YUSDIMAN
MUNADI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis (proses pembentukansel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulusseminiferus).Selain kedua hal tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang juga mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sebuah proses reproduksi yang baik. Hal tersebutadalah organ reproduksi pada ternak jantan dan betina itu sendiri, karena hal inilahyang nantinya dapat mempengaruhi produksi ovum dan sperma. Selain itu, prosesestrus (masa keinginan kawin), ovulasi, dan fertilisasi (proses bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina) juga sangat berperan dalam proses reproduksi.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya fertilisasi sampai proses terjadinya implantasi pada ternak betina
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa tentang bagaimana proses terjadinya fertilisasi sampai proses terjadinya implantasi pada ternak betina.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana proses terjadinya fertilisai
2. Bagaimana proses terjadinya implantasi.
II. PEMBAHASAN
A. Periode Ovum pada Sapi
Periode ovum adalah periode awal kebuntingan atau periode blastula yaitu dimulai dari fertilisaasi sampai terjadi implantasi. Setelah terjadi fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullary–isthnic junction menjadi morula. Pada sapi, masuknya morula ke dalam uterus terjadi pada hari ke 3-4 setelah fertilisasi. Setelah hari ke 8, blastosit mengalami pembesaran secara pesat. Lama periode ini pada sapi sampai 12 hari. Pada periode ini, embrio yang defektif akan mati dan diserap oleh uterus. Periode ovum berlangsung 10 sampai 12 hari sejak fertilisasi yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan membran zigot didalam uterus (Toelihere, 1985).
B. Tahap-tahap Periode Ovum
1. fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa dengan sel sperma telur, pembuahan sering kali diartikan sebagai penyerbukan. Sel spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel yang berbeda, maka untuk dapat bertemu dan bersatu kedua unsur tersebut harus melalui perjalanan panjang dan mengalami proses persiapan serta tempat pertemuan harus memenuhi syarat bagi sel permatozoa dan sel ovum.
Syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu :
1. Sel telur harus matang
2. Harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa
Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. Tanpa ransangan sperma sel telur tidak akan mengalami pembelahan (Cleavage) dan tidak ada perkembangan embriologi. Dalam aspek genetik pembuahan meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam sel telur. Disinilah terdapat manfaat perkawinan atau inseminasi yaitu untuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu individu. Pada hampir semua mamalia, pembuahan dimulai ketika badan kutub pertama disingkirkan, sehingga sperma menembus dan masuk ke dalam sel telur sewaktu pembelahan reduksi ke dua berlangsung.
Proses pembuahan biasanya terjadi di bagian kaudal ampula atau di sepertiga atas tuba falopi. Sel telur masuk ke dalam ampula masih dalam keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang dilepaskan oleh folikel de graaf, sel-sel tersebut adalah sel kumulus ooporus. Dengan demikian masuknya sel spermatozoa ke dalam sel telur pada saat sel telur menjalani pembelahan reduksi pertama. jumlah sel spermatozoa yang ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin betina bisa ratusan hingga ribuan juta, tetapi yang berhasil sampai ke tempat pembuahan relatif sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel spermatozoa
Derajat kebuntingan rendah bisa diakibatkan dari tidak tepatnya mengawinkan. Sel spermatozoa mengalami suatu perjalanan yang unik sebelum berperan dalam proses pembuahan, selama perjalanan ini terjadi serentetan perubahan pada sel spermatozoa untuk memperoleh kemampuan fertilisasi sel telur, proses ini disebut kapasitasi, sel spermatozoa harus dapat mengenali, menempel pada sel telur dan melakukan penetrasi pada sel telur. Demikian juga sel gamet betina (oosit) harus mengalami serangkaian proses biologis alamiah hingga matang, serta fertil dan disebut ovum atau sel telur. Masing-masing bergerak saling mendekat dan bertemu di sentral sel . Peleburan kedua pronuklei dimulai dengan proses penyusutan inti dan jumlah pronuklei ini menurun. Membran pronuklei pecah dan menghilang, kromosom dari sel spermatozoa dan sel telur bersatu (amfimiksis). Metafase proses mitosis pertama dari sel telur merupakan tanda akhir dari peleburan ke dua jenis pronklei jantan dan betina (singami) dan sekaligus merupakan akhir proses fertilisasi.
Sel telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengalami proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini memerlukan waktu 12 jam pada kelinci, 16-21 jam pada domba, 20-24 jam pada sapi dan sekitar 36 jam. Untuk masuk kedalam sel telur, sel sperma pertama-tama harus melewati : sel-sel kumulus oophorus bila masih ada, menembus zona pellusida, selanjutnya selaput (membrana) vitellin. Sel-sel kumulus dapat dilewati oleh pergerakan sel spermatozoa sendiri, dan dibantu oleh enzim hyaluronidase untuk melarutkan asam hyaluronik pada Cumulus oophorus. Enzim tersebut mendepolimerisasi asam hyaluron-protein. Hambatan selanjutnya adalah zona pellusida, penembusan ke dalam zona pellusida disebabkan karena sel spermatozoa memiliki enzim, yang disebut zonalisin. Enzim ini telah diketemukan pada babi. Sel telur bulu babi, menghasilkan fertisin, bahan ini bereaksi dengan antrif ertilisin yang dihasilkan oleh sel spermatozoa. Reaksi dari kedua bahan ini menyebabkan sel spermatozoa melekat dengan zona pellusida dan menembusnya. Setelah menembus lapisan-lapisan tersebut akrosoma yang telah menjadi longgar selama kapasitasi akhirnya hilang dan membentuk perforatorium. Mungkin aktivitas suatu enzim tertentu berhubungan dengan perforatorium yang memungkinkan penerobosan zona pellusida. Fase terakhir penetrasi sel telur, meliputi pertautan kepala sel spermatozoa ke permukaan vitellin. Periode ini sangat penting karena pada saat inilah terjadi aktivasi ovum, yang terangsang oleh pendekatan sel spermatozoa, sel telur bangkit dari keadaan tidurnya dan terjadilah perkembangan. Kepala sel spermatozoa dan pada beberapa species juga ekor dari sel spermatozoa memasuki sel telur. Membran plasma sel spermatozoa dan sel telur pecah kemudiaan bersatu membentuk selubung bersama. Sebagai akibatnya, sperma memasuki vitellin dan selubung dari sel spermatozoa tersebut bertaut pada membran vitellin. Pada alternatif lain, membran plasma sel spermatozoa dapat pecah kemudian kepala sel spermatozoa yang telanjang memasuki sel telur.
Bagian akhir proses pembuahan adalah menghilangnya anak-anak inti berikut selaput-selaputnya, kromosom maternal mulai tampak, kemudian bersatu menjadi satu kelompok. Pada fase tertentu selama puncak pekembangannya, pronuklei jantan betina mengadakan kontak. Sesudah beberapa saat ke dua pronuklei tersebut berkerut dan bersamaan dengan itu meleburkan diri. Nukleoli tidak tampak lagi. Umur pronukleoli berkisar antara 10 - 15 jam menjelang cleavage pertama, dua kelompok kromosom mulai kelihatan, masing-masing adalah kromosom paternal dan maternal yang bersatu membentuk satu kelompok yang memulai profase mitosis pertama dari cleavage. Sel telur yang telah dibuahi menjalani cleavage petama untuk membentuk embrio dua sel. Setiap anak sel kini mengandung jumlah kromosom diploid normal yang khas dari jenis hewan tersebut, setengahya berasal dari sel spermatozoa dan setengahnya berasal dari sel telur.
Lamanya fertilisasi jumlah interval waktu dari penetrasi sel spermatozoa sampai waktu cleavage pertama tidak diketahui secara pasti pada ternak, kemungkinan besar tidak lebih dari 24 jam. Lama pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan sejak dimulai masuknya sel sperma ke dalam sel telur sampai dengan dimulainya pembelahan sigot. Pada mamalia, satu sel spermatozoa diperlukan untuk pembuahan, oleh karena itu untuk mencegah masuknya sel spermatozoa yang lain, sel telur mempunyai dua sistem pertahanan, yaitu zona pellusida dan selaput vitelin. Tahanan yaitu zona pellusida adalah perubahan zona pellusida akibat melekatnya sel spermatozoa ke dalam selaput vitelin. Perubahan ini mengakibatkan butir-butir korteks (cortical granules) yang terdapat pada selaput vitellin dilepaskan ke arah zona pellusida dengan demikian antara ruang vitelin dengan zona pellusida terdapat ruangan yang disebut ruangan perivitelin. Ruangan perivitelin makin lama makin meluas dan permulaan perluasannya dimulai dari tempat sel spermatozoa masuk.
Butir-butir korteks telah ditemukan pada marmut, babi, kelinci dan bahan tersebut lenyap setelah sel spermatozoa masuk ke dalam reaksi sel telur. Reaksi zona pellusida pada anjing dan domba sangat cepat, sehingga jarang sekali diketemukan sel spermatozoa tambahan didalam ruangan perivitelin. Tahanan selaput vitelin berarti bahwa selaput tersebut hanya mengadakan tahanan pada sel spermatozoa yang pertama masuk, sesudah itu permukaan selaput vitelin tidak lagi memberi reaksi terhadap sel permatozoa lainnya yang akan masuk. Sel spermatozoa yang lainnya secara kebetulan bisa lolos menembus zona pellusida tidak dapat masuk ke dalam sitoplasma sel telur, karena ada tahanan dari selaput vitelin. Sel spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan ruangan perivitelin.
Secara normal hanya satu sel spermatozoa yang memasuki sel telur. Sering terlihat banyak sel spermatozoa bergerombol di sekeliling zona pellusida, tetapi hanya satu sel kelamin jantan yang terdapat dalam sel telur. Dari kenyatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa zona pellusida dapat menjalani beberapa perubahan sesudah masuknya sel spermatozoa petama dan menghalangi pemasukan sel spermatozoa yang berikutntya. Perubahan ini disebut reaksi zona. Reaksi zona tersebut terdiri dari suatu perubahan yang menyebar kesekeliling zona. Sel spermatozoa pertama mengadakan kontak dengan permukaan vitellus merangsang timbulnya perubahan tersebut yang dibawa oleh oleh beberapa zat yang keluar dari vitellus ke arah zona. Mungkin zat tersebut dibebaskan dari granula korteks pada sel telur yang menghilang sesudah sel spematozoa pertama memasuki sel telur. Sel spermatozoa ekstra yang berhasil menembus zona pellusida ke ruangan perivitellin disebut sperma suplementer.
Pada beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan efektif, jarang ditemukan sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali. Pada babi, spermatozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara nomal tidak dapat melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi zona dan di dalam ruang peri vitellin sel telur yang telah dibuahi dapat ditemukan sampai 200 sperma suplementer.
Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan lebih dari satu sperma ke dalam sel telur diperlihatkan oleh vitellus sendiri dan disebut blokade vitellin atau blokade terhadap polyspermia. Sperma yang telah dibuahi diambil secara aktif oleh vitellus, akan tetapi segera sesudah itu permukaan vitellus tidak memberi respon terhadap kontak dan tidak ada lagi sel spermatozoa yang diambil. Spermatozoa ekstra yang berhasil memasuki vitellus, walaupun adanya reaksi zona dan blokade vitellin, disebut sperma supernumeralia, dan sel telur dikatakan memperlihatkan polyspermia. Efektivitas blokade vitellin berbeda-beda menurut species. Apabila terdapat polyspermia, tetapi sel suplementer tidak diketemukan (pada babi dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau ditunda sampai reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada jenis-jenis hewan seperti kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam ruang peri vitellin tetapi tidak ada polyspermia, berarti bahwa blokade vitellin terjadi secara cepat dan efektif.
Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah sebagai berikut :
a. Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik.
c. Reaksi akrosom
Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelahsperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akanterpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida.
d. Penetrasi zona pelucida
Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida yaitu proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk. Hal yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma (motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya sperma dan oosit
Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior (post-acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga akan menginduksi terjadinya fusi.
2. Proses terjadinya Implantasi
Implantasi adalah proses bersarangnya blastosis dalam rahim, sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dengan selaput lendir rahim. Pada reptilia, unggas bertelur, implantasi berarti proses melekatnya blastosis pada kuning telur oleh karena embrio berkembang di luar tubuh induk. Pada waktu terjadi implantasi, blastosis berperan aktif. Dengan teknik sinematografi dapat diperlihatkan bahwa dari blastosis ada penjuluran kaki palsu menembus lapisan epitel rahim. Pada stadium progestasi, rahim mampu mengimplantasi sepotong jaringan otot / tumor. Keadaan ini menunjukkan bahwa rahim juga aktif pada waktu implantasi. Kegagalan implantasi merupakan salah satu sebab hewan menjadi tidak bunting. Sinkronisasi antara blastosis dan kesiapan endometrium merupakan faktor penting untuk kesempurnaan implantasi. Perlambatan perkembangan atau keterlambatan blastosis masuk ke dalam rahim atau endometrium belum siap menerima blastosis mengakibatkan kegagalan implantasi. Sinkronisasi antara blastosis dan keadaan rahim penting pada proses pelaksanaan transfer embrio.
Menjelang terjadi implantasi, zona pelusida lenyap dengan jalan lisis. Sebelum implantasi, cairan blastosul mengandung banyak ion kalium dan bikarbonat. Bahan ini berasal dari cairan rahim. Setelah terjadi implantasi, jumlah kalium dan bikarbonat berkurang, sehingga sama dengan kadar yang terdapat di dalam serum induk. Tetapi kadar protein dan glukosa fosfor serta klor yang mula-mula rendah menjadi tinggi, sehingga mencapai kadar seperti di dalam serum induk. Menurunnya kadar bikarbonat mungkin akibat meningkatnya kadar ensim karbonik anhidrase di dalam endometrium rahim. Kadar ensim meningkat menyebabkan asam karbonat terurai menjadi CO2 dan O2 yang akan dikeluarkan melalui peredaran darah induk. Pelepasan bikarbonat dari blatosis mempermudah tropoblas melekat pada selaput lendir rahim, dengan demikian memperlancar implantasi. Setelah zona pellusida lenyap, sel-sel tropoblas langsung berhadapan dengan epitel rahim dan sel-sel tersebut berproliferasi. Pada saat itu blastosis berubah menjadi semacam gelembung, panjangnya bisa lebih dari beberapa sentimeter dan cakram embrio berupa suatu penebalan di bagian tengah gelembung tersebut.
III. KESIMPLAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan adalah :
1. Fertilisasi adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa dengan sel telur(ovum) serta syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu Sel telur harus matang dan harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa
2. Proses implantasi adalah proses bersarangnya blastosis dalam rahim, sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dengan selaput lendir rahim. Pada reptilia, unggas bertelur, implantasi berarti proses melekatnya blastosis pada kuning telur oleh karena embrio berkembang di luar tubuh induk.
Sumber:
http://sittijaling.blogspot.co.id/2012/06/tugas-makalah-ilmu-reproduksi-ternak.html?m=1
0 Response to "Makalah Ilmu Reproduksi Ternak : Proses Fertilisasi dan Implantasi"
Posting Komentar